Rabu, 19 Maret 2014

Kumpulan baru karya Iswan Sual



KECURANGAN UN

Benak menerawang jauh
Di tengah laut jatuhkan sauh
Yang dia lihat
Hanya pulau tiada kehidupan
            Namun bagi mereka
            Itu adalah kejayaan
            Mata yang kabur
            Sesatkan langkah
Anak-anak kirim sanjungan
Pada guru yang curang
Dia lihat
Kejatuhan di ujung jalan
            Mereka terlena
            Mereka lupa ada hukum karma
            Yang dituju arah kebalikan
            Menuju kegelapan
Anak-anak jadi bajingan
Anggap mereka itu keberhasilan
Dia lihat
Kebusukan dan kelapukan
            Mesti pada siapa
            Dia berkata?
            Semua tak percaya
            Semua menutup mata



POTRET HIDUP KITA

Acuh tak acuh
Kaku sekeras kayu
Generasi kini
Pada brikut kan mereka wariskan
            Para panutan
            Berpura rabun
            Generasi kini
            Menelan racu ‘tuk m’reka dan anak cucu
Para panutan
Jingkrak berpacu
Demi famili, pada generasi, tak peduli
Hidup itu perjuangan, kata mereka
            Layu dan sendu
            Lagu tak lagi merdu
            Generasi klak kan saling bunuh
Batu yang luruh
Pikir mereka, mereka membangun
Keruntuhan, itu yang diciptakan
Bila sudah waktu, mereka pun tahu




LUNTUR

Luntur, lunturlah warna
Kepada babi-babi itu permata
Dengan apakah
Itu berharga
            Sang pemberi tak enak
            Dilihat
            Kerna pikirannya t’lah rusak
            Hikmat tak dibawa
Kita adalah sekarat
Di tangan dokter-dokter keparat
Laknat!
Hingga akhirat
            Masa depan diharap tak
            Percuma!
            Mereka menang telak
            Yang menang: si Jahat
Kontras!
Tak seperti cerita-cerita epos
Tiada akhir bahagia
Yang lemah selalu kalah
            Kecewa jangan!
            Upah kita
            Bukan dari dunia
            Di surga kelak
Mayapada: sementara
Berharap banyak jangan
Kita anak terang
Jauhlah kita dari gelap
            Warna luntur
            Oh luntur
            Babi mendengkur
            Takkalah guru-guru mundur
Apa dikata
Tiap hari nasi membubur
Sekali-kali saja ada mujur
Arti pun tak ada
            Luntur o luntur
            Babi mendengkur
            Terlanjur
            Sampai kaki membujur
Dengan apa
Lagi kan bersih
Kain-kain koyak moyak
Sia-sia ditangisi
            Sesal kita kini
            Apatah guna
            Dilanda sunyi
            Tatkala dibrondong gundah



KUSALAH

Kira ku kan kau berubah
Tatkala dengar terusterangku
Tentang masa lajang
Tak bertepi, tiada berujung
Menikah atau tidak
Bukan soal
Asal menyinta
Selalu bersama
Benar O benar
Ternyata
Rasamu taklah isapan jempol
Dari palung laut terdalam
Mengepul dan menonjol
Laik lampu urung padam
                Berarti kau cinta
                Bebas canda
                Kau temanku berkelana
                Pun di gurun panas
                Kau lepas dahaga
                Demi dia
                Yang sama rela pula
Syukur pada Maha
Yang kirimkan anugerah
Menepis prasangka
Meniada lara duka




BAGAIMANA

Bagaimana bisa ubah dunia
Buang sampah
Pada tempatnya
Taklah tahu
          Bagaimana bisa ubah dunia
          Atur bicara
          Tata suara
          Taklah tahu
Bagaimana bisa ubah dunia
Nama desa
Tempat lahir
Taklah ia tahu
          Bagaimana bisa ubah dunia
          Laku tidak
          Pikir-rasa
          Taklah patut
Bagaimana ubah dunia?
Bagaimana?
Beri jawab!
Tentulah kau tahu
Tondei, 8 Mei 2012



GEMBALA

Tujuan membuyar
Saat-saat membiar
Guna apa bersama berlayar
Bisa sesat kita diseruput angin pusar
            Bintang-bintang
            Bergayut pada tembok
            Tembok langit
            Entah kapan menerus tahan
Pupus harap
Lapuk oleh janji
Janji kosong mereka
Yang mengaku membawa panji
            Iswan, menyerahlah jangan
            Meski terus dihantam
            Pukulan limba mematikan
            Hanya, tetaplah memekak walau dalam gumam
Hanya itu mampumu
Tak usang dicabik waktu
Iswan, menyimpanglah jangan
Ada melihat di balik gemawan
            Ukirlah kaligrafi indah
            Pada coret-coretan tiada makna
            Iswan, relalah mereka berlomba
            Jadilah kau gembala satunya




POHON MANGGA DI DEPAN SEKOLAH

Rimbun, menahan hujan turun
Mereda sengat matari
Menyimpan sejuk hingga menjelang senja
Kau setetes sejuk Eden
            Bertengger burung-burung
            Ulat-ulat daun adalah santapan
            Di kala hutan enggan menyambut
            Di kala belantara menolak bersahabat
Gondrong lebat bergelimang
Jauh basah menyongsong
Pada sepeda motor
Terparkir membisu kerna molor
            Aku suka pada kesuburan
            Dedaunmu yang memamer hijauan
            Bukan pada buahan
            M’lainkan pada teduh yang kau tawarkan
Jangalah mau
Kau dirayu
Oleh moleknya
Mata pisau besar
            Janganlah
            Ditipu
            Oleh tuduhan
            Bahwa kau menampung ulat ular nakal
            Bahwa kau himpunkan burung-burung liar



MENDENGAR KEHENINGAN

Dikira putih padahal hitam
Dikira suci kendati kelam
Dikira gelap kendati terang
Dikira pekat padahal pendar
        Dianggap lurus kendati bengkok
        Dianggap tulus padahal kedok
        Dianggap mulus kendati jorok
        Dianggap kudus kendati borok
Dunia buta lihat  warna
Semua dibuat sama
Kita lupa pada beda
Hanya demi nafsu belaka
        Percuma agama
        Percuma hikmat
        Sia-sia nilai
        Sia-sia pandai
Manusia takhluk oleh rayuan
Terlena karna buaian
Seandainya manusia melihat dengan hati
Banyak takkan tersakiti
Seandainya kita mendengar keheningan
Taklah kita menjadi korban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar